Selasa, 01 September 2009

GMIM dan PEKABARAN INJIL

ROMA 15 : 14 – 21

Saudara-saudara yang dikasihi Tuhan,

Hari ini kita sebagai warga gereja memperingati Hari Pekabaran Injil dan Pendidikan Kristen GMIM yang 178. Dan dalam peringatan ini, kita, atau jemaat GMIM Betel Kembuan hendak memberingatinya dan merayakannya dalam bentuk ibadah Kebaktian Penyegaran Iman.

Pernah ada anggota jemaat yang bertanya : mengapa Gereja kita tidak menyebut-nyebut ibadah KKR saja, tetapi mengapa KPI? Bukankah sama saja jenis ibadahnya? Apakah ini hanya sekedar membedakan antara ibadah-ibadah yang dilakukan di GMIM dan ibadah-ibadah yang dilaksanakan oleh kalangan pentakosta atau Kharismatik?

Saudara-saudara, mengapa GMIM tidak menyebutnya KKR, tetapi KPI (Kebaktian Penyegaran Iman)? Jawabanya adalah karena ada perbedaan prinsipil (bukan sekedar membedakan). Kalau KKR, itu mengandaikan dan membayangkan bahwa saudara secara rohani lagi atau sedang tidur, sehingga harus dibangunkan. Tetapi, kalau kebaktian Penyegaran Iman, itu berarti iman saudara tidak hilang, tetap ada. Iman saudara masih ada. Kalau sudah hilang , bagaimana mungkin saudara mau datang dalam ibadah ini? Iman itu tetap ada, tetapi karena iman itu lagi lemah, loyo – mengahadapi masalah hidup yang berat, menghadapi banyak problem – maka iman itu harus di segarkan. Itulah sebabnya kenapa GMIM lebih suka memakai KPI, dari pada kata KKR.

Kalau demkian mengapa disebut penyegaran rohani? Apa bedanya dengan kebaktian biasa? Sebenarnya sama. Perbedaanya hanya menyangkut soal cara. Firman Allahnya sama, tetapi cara menyampaikannya, suasanyanya, yang berbeda. Hari minggu kita harus menggunakan Tata Ibadah – jemaat berbadah secara liturgis dari tahbisan sampai debngan berkat. Jemaat juga harus menjaga ketertiban dan ketenangan dalam ibadah.

Tetapi kebaktian penyegaran iman tidak begitu! Kebaktianya lebih spontanitas. Boleh tepuk tangan, silakan. Boleh angkat tangan, silakan. Begitu juga dalam khotbah – saudara mau ikut tertawa, juga silakan. Sekalipun tetap menjaga ketertiban dan keteraturan dalam ibadah. Dan menjaga keseimbangan unsur-unsur dalam ibadah. Pendeta bicara ini, karena pernah diundang memimpin kebaktian di suatu gereja – nyanyian dan puji-pujian nya sudah terlalu banyak dan panjang - akibatnya apa – saat masuk di khotbah – jemaatnya sudah kelelahan. Jadi perhatiannya tidak lagi kuat pada firman Tuhan.

Apa yang terjadi – terjadilah anggukan-anggukan. Cuman bukan anggukan-anggukan wajar – saudara tahu anggukan wajar? Anggukan wajar yaitu kalau turun dan naiknya sama cepatnya. Yang terjadi adalah anggukan tidak wajar – yang bagaimana itu? Yaitu yang turunnya lambat sekali, namun naiknya cepat sekali (seperti orang kaget). Apa artinya, itu tandanya orang mulai tertidur.

Satu hal yang harus ingat … bahwa sebenarnya yang menyegarkan kita bukan karena pendeta yang berkhotbah itu berapi-api, atau karena pendeta yang berkhotbah suka melawak – tapi yang benar kita disegarkan oleh karena Roh Kudus.

Jadi ini penting untuk di ingat, yang menyegarkan kita bukan manusia, tetapi Roh Kudus. Oleh Karena itu, sekalipun mungkin khotbah pendeta tidak berapi-api, tetapi kalau kita meminta Roh Kudus memimpin, maka saudara pasti tidak akan pulang dengan sia-sia.

Oleh karena, pada hari ini kita sedang memperingati HUT PI ke-178, maka saya ingin mengajak kita belajar dari pemberitaan Injil Rasul Paulus., bagimana Paulus meletakkan dasar-dasar penginjilannya. Apalagi kita, GMIM sebagai Gereja yang Injili, berarti kita pun harus giat untuk memberitakan Injil.

Itulah sebabnya, sejarah mencatat bahwa sejak GMIM berdiri sendiri, ada banyak pos-pos pelayan PI GMIM di daerah-daerah seperti Gorontalo, Buol Toli-Toli, dan Donggala. Bahkan banyak warga GMIM yang akhirnya keluar dari tanah kelahirannya untuk bekerja sebagai guru dan penginjil. Ini semua dampak dari penginjilan yang dilakukan oleh Riedel dan swarts di tanah Minahasa. Yang menyebabkan, Injil itu terus dikabarkan dan tidak boleh didiamkan.

Tapi sayang itu dulu. Sekitar tahun 1960 – 1970 – an. Ini menurut Pdt. D.M. Lintong dalam Buku Sejarah GMIM jilid 1. tapi sejak tahun 1980-an apalagi akhir-akhir ini, kita tidak lagi mendengar pos-pos pelayanan PI GMIM yang mencari lahan penginjilan yang baru. Yang banyak terjadi sekarang adalah saling berlomba membangun gedung gereja yang besar-besar. Dan banyak terjadi, gereja yang sudah baik – dibongkar lagi untuk buat yang lebih besar lagi. Dan tida heran sekarang, anggaran pembangunan jauh lebih besar dari anggaran pekabaran Injil. Malah ada gereja yang tidak ada lagi anggaran Pekabaran Injil. Kalupun ada jumlahnya sekedar saja dan tidak ada kegiatan PI.

Sehingga dalam, keadaan kita seperti ini – menimbulkan pertanyaan bagi saya adalah masihkan kita menjadi Gereja yang misoner? Gereja yang rajin memberitakan Injil?

Baru kembali lagi di awat tahun 2000, saya mendengar ada kurang lebih 50 orang pendeta GMIM yang bekerja sama dengan Gereja Korea menjadi Misionari untuk bekerja di daerah-daerah pedalaman di Papua dan Kalimantan.

Dan yang menarik, dari kesaksian beberapa orang yang mengikuti program ini, mereka pergi ke daerah yang belum di dinjili. Antaranya di daerah-daerah suku terasing. Ada juga daerah-daerah yang sudah terinjili. Tetapi tabiar dan tidak pernah lagi dilayani oleh Injil.

Di lingkungan gereja-gereja atau jemaat-jemaat GMIM – sudah ada yang mepelopori untuk mengutus tenaga gereja yang belum mengenal injil. Kita berharap banyak Gereja yang melakukan pelayanan seperi ini.

Paling tidak. Kita sedang punya harapan untuk mewujudkannya. Sekalipin belum sekarang. Bahwa kita pun dapat melakukan penginjilan di tempat-tempat yang belum disentuh oleh Injil. Atau ditempat-tempat di mana orang belum mendengarkan Injil Yesus Kristus.

Di tempat-tempat seperti itulah pekabaran Injil mesti diprioritaskan. Seperti Paulus yang pergi mengunjungi tempat-tempat yang belum mendengarkan Injil Allah. Ayat 16 mengatakan “ aku boleh menjadi pelayan Kristus Yesus bagi bangsa-bangsa bukan Yahudi dalam pelayanan pemberitaan Injil Allah…”.

Di sini, bukan tanpa alasan Paulus pergi kepada bangsa-bangsa bukan Yahudi. Sebab dizamannya Injil baru disampaikan pada sebatas orang-orang Yahudi saja. Merekalah yang kita kenal dengan orang-orang Kristen asal Yahudi yang muncul setelah peristiwa Pentakosta. Yang menjadi jemaat Kristen mula-mula di mana rasul-rasulnya antara lain : Rasul Petrus, Rasul Yohanes dan Rasul Yakobus.

Jadi rasul Pauluslah yang mempelopori Pekabaran Injil ke tempat-tempat di mana Injil Allah belum diberitakan. Dan ini dilakukan mulai dari Yerusalem sampai Ilirikum. Ilirikum adalah daerah di sebelah timur Laut Adriatik. Yang saat ini daerah itu ada di wilayah Yugoslavia.

Kesaksian dalam Kisah Para Rasul, memang agak berbeda dengan pernyataan ini. kata ilirikum cuma ada dalam kitab Roma, khususnya ayat ini.. Sehingga penafsiran, mestinya adalah “daerah-daerah yang menjadi PI Paulus adalah daerah-dareah yang terbentang antara Yerusalem dan ilirikum”. Di mana Paulus tidak ber-PI di Yerusalem, tetapi di daerah-daerah yang terbentang antara Yerusalem dan ilirikum. Rupanya ilirikum adalah daerah yang berbatasan dengan Makedonia dan Makedonia adalah daerah yang pernah dikunjungi oleh Paulus.

Ber-PI ke tempat yang belum di injili. Kenapa hal ini perlu ditekankan kembali. sebab sekarang sering terjadi di mana orang memberitakan Injil justru di mana Injil sudah disampaikan. Ada gereja-gereja yang sengaja mengkacaukan arti pekabaran Injil atau penginjilan.

Sehingga persoalan dan ketegangan diantara gereja-gereja sekarang adalah ada gereja yang rajin “mencuri domba”. Artinya ada gereja-gereja tertentu yang menggarap bukan orang-orang yang belum Kristen, melainkan orang-orang yang sudah menjadi anggota gereja yang lain.

Apalagi pelayan-pelayan di gerejanya tidak rajin melaksanakan pengembalaan dan perkunjungan anggota jemaat, dan sebagai jemaat kita kurang dewasa dalam iman, biasanya akan mudah sekali dipengaruhi untuk pindah ke gereja yang lain. Beberapa kasus yang sempat saya dengar, perpindahan gereja seringkali bukan karena kesadaran iman, tetapi lebih pada alasan praktis. “Waktu kita sakit atau bergumul, tidak ada penatua, syamas, pendeta yang datang, Cuma gembala dari gereja A yang datang”. Dan memang lebih gampang membujuk orang yang sudah Kristen dari pada yang belum Kristen. (apalagi dalam situasi-situasi krisis)

Lebih hebat lagi, dengan iklan yang menarik dan penghkotbah yang didatangkan dari Jakarta misalnya. Sering mereka berdalih : “ini bukan salah gereja saya, karena domba anda yang datang ke sini”. Malah ada komentar yang lebih menyakitkan lagi : “soalnya ngoni pe domba-domba Cuma diberi rumput yang kering terus, jadi jangan salahkan torang kalau mereka mencari rumput yang hijau di gereja kami!”

Saudara-saudara, memang tidaklah salah bila ada domba-domba yang mencari rumput yang hijau. Atau mencari makanan yang enak. Ini wajar. Karena makanan di restoran selalu kelihatan lebih enak daripada makanan yang ada di rumah. Meskipun yang enak belum tentu sehat. Tapi di mana salahnya ?

Yang salah adalah itikat itu tidak baik. Tidak terpuji. Paulus memberi teladan yang baik kepada gereja-gereja masa kini. Menyangkut bagaimana sikap kita memberitakan Injil. Ayat 20 mengatakan : “dan dalam pemberitaan itu aku menganggap sebagai kehormatanku, bahwa aku tidak melakukannya di tempat-tempat, di mana nama Kristus telah di kenal orang, supaya aku jangan membangun di atas dasar, yang telah diletakkan oleh orang lain…”. Kalau saya mau mengartikannya secara bebas, ayat ini mau mengatakan bahwa Paulus tidak menginginkan bila dirinya memberitakan Injil di tempat-tempat di mana orang lain sudah melakukan hal yang sama.

Mengapa alasan ini yang dipilih oleh Paulus. Karena Paulus sadar akan dampaknya. Bahwa belum tentu kedatangannya membangun iman jemaat. Apalagi seorang penginjil yang tidak jelas latar belakang misalnya, datang tanpa diundang. Belum jelas identitasnya. Belum jelas ajarannya. Maka akibat yang bisa ditimbulkan adalah, malah bisa membingungkan dan meresahkan jemaat.

Saudara-saudara,

Belajar dari perikop kita saat ini, kita diajar bahwa pekabaran Injil itu penting. Bahkan penting sekali, tetapi bukan satu-satunya penting. Karena pekabaran Injil harus ditopang oleh sikap hati yang jujur dan tulus . itikat yang baik dalam memberitakan Injil.

Dalam 1 korintus 13 mengatakan, jika kita melakukan apapun yang hebat-hebat, tetapi jika tidak punya kasih, adalah percuma, sia-sia. Dan ayat 5 dari I Korintus Pasal 13 ini jelas mengatakan : “Kasih tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri.”

Tapi kemudian ada pertanyaan, bukankah tidak semua orang dapat berkhotbah dan menceritakan Yesus dengan mulutnya. Tidak semua orang yang bisa menjadi pendeta atau evanglis/penginjil. Lalu torang yang biasa-biasa ini harus bagaimana ?

Jawaban pertama adalah kita bisa mendukung pekabaran Injil yang dilakukan oleh Gereja. Salah satu jemaat yang mendukukung pelayanan pekabaran Inil Paulus dengan bantuan dana/uang tanpa bersungut-sungut. Malah mereka sangat bersemangat, meski mereka sendiri jemaat yang susah adalah jemaat di Makedonia (2 Korintus 8).

Saudara dapat berpartisipasi menopang Pekabaran Injil yang dilakukan oleh Gereja. Termasuk pendidikan. Banyak Sekolah-sekolah yang dibantu oleh Gereja.

Caranya berikanlah persembaahan. Bagaimana kita bisa membiayai program PI dengan membiayai tenaga misi misalnya atau bagaimana mau meningkatkan Mutu pendidikan sekolah di gereja kita. Dari mana biayanya?

Antaranya dari persembahan dan partisipasi jemaat. Tetapi kalau kita memberi dengan kesadaran seperti yang dikatakan dalam lagu “Persembahan kami sedikit sekali”. Yang penting sudah memberi. Tidak memberi dengan iman. Dan tidak memberi yang tebaik yang ada pada kita. Apa yang dapat gereja lakukan?

Jawaban kedua adalah beritakanlah injil dengan memperkenalkan kasih Kristus kepada orang lain. Sebab memberitakan injil tidak hanya dengan mulut saja, tetapi itu dapat dilakukan dengan perbuatan kasih yang nyata dan tulus.

Mengapa demikian, karena perintah utama dari Kristus bukanlah pekabaran Injil, tetapi yang utama dan sebagai hukum yang terutama adalah Matius 22:37-40 : “…Kasihilah Tuhan, Allahmu… dan Kasihilah sesamamu manusia…”.

Apa artinya kalau mulut kita memberitakan Injil, tetapi tidak ada kasih dalam tindakan. Atau apa artinya kita mengatakan “puji Tuhan”, tetapi tingkah laku kita justru mencemarkan nama Tuhan.

Tapi dengan kita peka atau peduli dengan kebutuhan dan pergumulan orang lain. Dan dengan kita menyatakan kasih kita kepada sesama kita, sebenarnya disanalah kita sudah memberitakan injil. Dalam Matius 25 : 42,43, di situ jelaskan dikatakan siapa yang akan dihakimi Allah yaitu mereka “yang ketika Aku lapar, kamu tidak memberi aku makan, ketika aku haus, kamu tidak memberi aku minum,; ketika aku seorang asing, kamu tidak memberi tumpangan; ketika aku telanjang, kamu tidak memberi aku pakaian; ketika Aku sakit dan dalam penjara, kamu tidak melawat aku.

Tenyata bukan kata-kata yang dituntut Tuhan pada hari penghakiman nanti, tetapi perbuatan dan kasih yang nyata kita. Matius 7:21 mengatakan : “Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku : Tuhan, Tuhan! akan masuk kedalam Kerajaan Sorga, melainkan Dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di sorga.” Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar