Selasa, 01 September 2009

SIKAP JUJUR DALAM DOA

II RAJA-RAJA 20 : 1 – 11

Dalam kitab 2 Raja-Raja kita mengenal tentang dua figur Raja Israel yang amat bertolak belakang kehidupannya. Pertama adalah Raja Hosea dan kedua adalah Raja Hiskia. Raja Hosea adalah Raja di Kerajaan Utara yang prilaku hidupnya jahat dan tidak berpaut kepada Tuhan, suka akan penyembahan berhala. Sedangkan Hiskia adalah Raja Kerajaan Selatan yang sangat terpuji prilakunya, karena dia adalah Raja yang terkenal baik dan selalu berpaut kepada Tuhan.

Bagaimana akhir hidup dari kedua raja ini ? dalam kitab 2 Raja-Raja pasal 17, di sana diungkapkan bahwa kehidupan Raja Hosea berakhir dengan kehancuran di mana Raja Asyur menangkap dia dan memasukkannya dalam penjara, sementara rakyatnya di buang ke Asyur. Ini adalah akhir hidup dari Raja Hosea. Akhir hidup dari seorang Raja yang telah melakukan kejahatan di mata Tuhan.

Lalu bagaimana akhir hidup dari Raja Hiskia ? dalam perikop yang kita baca, akhir hidup Raja Hiskia justru diperpanjang oleh Tuhan selama 15 Tahun. Raja Hiskia mestinya sudah mati (itu yang dikabarkan oleh nabi Yesaya), tetapi ia mendapat bonus usia sebanyak 15 tahun.

Dalam masyarakat kita, kabar tentang kematian banyak kita jumpai. Pendeta sendiri mengalami sendiri berita kematian itu. Ketika dokter yang menangani ayah saya mengatakan kalau ayah saya akan segera mati. Penyakitnya yakni ginjal sudah kehilangan fungsi. Tidak bisa ditolong lagi. Sehingga dalam waktu yang tidak terlalu lama, ayah saya pun meningggal.

Tetapi kabar tentang bonus umur panjang jarang kita dengar. Beberapa waktu yang lalu ada seorang ibu dalam ulang tahunnya bersaksi bahwa mestinya ia sudah mati. Mengapa, karena beberapa waktu yang lalu ia mengalami kecekaan dan terlempar dari motor. Tetapi tidak mengalami apa-apa. Ibu ini pun bersaksi bahwa dia mengalami panjang umur. Tetapi dia tidak mengatakan kalau ia mendapat bonus usia sekian tahun. Kenapa, sebab ia tidak tahu berapa lama lagi ia akan hidup.

Lain hanya dengan Hiskia, kepadanya oleh Nabi Yesaya diberitahukan bahwa Tuhan akan memperpanjang 15 tahun hidupnya. Dan sebenarnya, bukan hanya perpanjangan umur yang diterima oleh Raja Hiskia. Namun ia juga menerima kesembuhan atas penyakitnya yang sudah parah dan pembebasan kota dari kekuasaan Raja Asyur.

Apa sebenarnya rahasia dari kehidupan Hiskia ? sehingga Tuhan sangat mengasihinya, dan karena itu Tuhan menyembuhkan penyakit Hiskia, memperpanjang umurnya dan membebaskannya dari kekuasan Asyur. Menurut saya ada dua hal mengapa Tuhan sangat mengasihi Hiskia.

Pertama, pasal 20:2 mengatakan “Hiskia memalingkan mukanya ke arah dinding dan ia berdoa ke pada Tuhan…”. Jadi Hiskia berdoa kepada Tuhan. Hiskia merendahkan diri dalam doa kepada Tuhan. Dan inilah salah satu alasan mengapa Tuhan sangat mengasihi-nya. Karena Hiskia berdoa kepada Tuhan dan Tuhan mendengar doa-nya (perhatikanlah ayat 5 yang mengatakan : “telah Kudengar doamu”).

Hal ini menerangkan suatu fakta bahwa Tuhan ingin agar orang percaya berdoa kepada-Nya. Pertanyaan kita adalah mengapa orang Kristen harus berdoa. Dan sebenarnya apa itu doa ? Nah…doa adalah suatu privilege (privelegium = hak yang diberikan sebagai keistimewaan) dari Allah kepada manusia. Privilege itu diberikan demi kepentingan manusia, supaya manusia dapat berhubungan dengan Penciptanya.

Dan hak istimewa inilah yang di sadari betul oleh Hiskia, pada saat ia dikabarkan akan mati akibat sakitnya yang sulit disembuhkan. Jadi Hiskia tidak datang kepada Tuhan karena ia sudah kepepet, putus asa, atau seorang yang tidak berdaya karena sakit nya yang parah dan akan segera mati.

Suatu kebiasaan yang banyak terjadi sekarang ini. Di mana nanti setelah kita tidak berdaya baru kemudian kita mencari doa. Kadang-kadang pendeta merasa prihatian, kalau mendengar ada orang Kristen (jemaat) yang mencari pendoa-pendoa dari satu pendoa ke pendoa yang lain. (biar ada di ujung mana cari sampai dapat). So berdoa kepada si A, tetapi karena merasa lama jawaban Tuhan akhirnya pindah lagi pada Si B, begitu seterusnya. Sehingga akhirnya kita memperlakukan para pendoa -pendoa itu seperti halnya seorang dukun. Mana yang paling jago berdoa.

Kalau ini masih menjadi sikap kita sampai saat ini, tinggalkan cara ini karena cara ini tidak Alkitabiah. Tidak bisa dipertanggungjawabkan secara alkitabiah. Apalagi pendoa itu sudah menciptakan ketergantugan dari mereka yang datang berdoa.

Hiskia tidak mencari siapa-siapa supaya doanya didengarkan oleh Tuhan. Tetapi Hiskia sadar bahwa Tuhan telah memberi hak istimewa kepadanya supaya berhubungan dengan Tuhan. Yaitu berdoa. Karena dengan berdoa Hiskia dapat mengemukakan apa pergumulannya dan apa harapannya.

Oleh karena itu, kita di ajar untuk jangan ragu berdoa dan jangan malas berdoa. Karena Tuhan Yesus memberi tempat yang begitu penting kepada doa dalam hidup-Nya sehari-hari. Dalam Injil Markus, Matius dan Lukas banyak kejadian yang dicatat, bagaimana Tuhan Yesus menyepi untuk berdoa seorang diri. Markus 1:35 misalnya berkata : “Pagi-pagi benar, waktu hari masih gelap, Ia bangun dan pergi ke luar. Ia pergi ke tempat sunyi dan berdoa di sana”. Di Matius 14:23 “Dan setelah orang banyak disuruhNya pulang, Yesus naik ke atas bukit untuk berdoa seorang diri”. Dan di Lukas 6:12 “Pada waktu itu pergilah Yesus ke bukit untuk berdoa dan semalam-malaman Ia berdoa kepada Allah”.

Menarik untuk di simak bahwa ketiga ayat itu memberikan keterangan tentang waktu Tuhan Yesus berdoa, yaitu pagi, petang dan malam. Dari sini kita mengerti mengapa Tuhan Yesus menyuruh kita berdoa, bukan sekali-sekali, melainkan setiap hari. Artinya : setiap hari orang Kristen harus menyediakan waktu untuk memelihara hubungan dengan Tuhan. (bukan berdoa tempo-tempo atau waktu-waktu, tetapi tiap hari. Setiap hari kita dapat berdoa kepadanya).

Kalau saudara kekurangan waktu untuk berdoa dan saudara merasa terlalu sibuk untuk berdoa tentang banyak hal. Jemaat kita ada senin berdoa. Dan di situ diberikan waktu selama dua jam untuk berdoa. Dan kita berharap program senin berdoa jemaat tidak hanya sekedar program. Tetapi program ini adalah sarana yang diberikan Tuhan untuk menjangkau dan menggumuli pelayanan Gereja. Dan setiap pelayanan Gereja mutlak membutuhkan dukungan doa. Sebagaima lampu memerlukan kabel sebagai sarana dengan sumber listrik, begitu pula Gereja, kita memerlukan doa sebagai sarana penghubungan dengan sumber hidupnya.

Hal yang kedua, kalau kita sudah mempunyai sikap yang mantap untuk bedoa. Apalagi yang diperlukan oleh Tuhan dalam hal kita berdoa kepadanya. Ayat 3 mengatakan “…kemudian menangislah Hiskia dengan sangat”. Dan ayat 5 : “…telah kudengar doamu dan telah Kulihat air matamu…”.

Apakah yang dimaksudkan dengan Hiskia menangis. Apakah ini memberi petunjuk bahwa cara berdoa orang Kristen harus menangis menangis. Supaya doa kita didengar oleh Tuhan.

Mengapa Hiskia menangis. Hiskia adalah seorang Raja yang sangat berjasa dalam kehidupan iman dan politik Kerajaan Selatan atau Yehuda, tetapi kini ia merasa tidak berdaya di hadapan Allah ketika ia sakit keras dan mau mati. Jadi Hiskia menangis karena ia tidak kuasa menolak kenyataan hidup yang menyedihkan. Di mana akhirnya dia sendiri juga harus mati. Padahal Hiskia masih punya tugas untuk merefomasi kehidupan rohani umat Tuhan secara keseluruhan.

Dan tangisan Hiskia ini bukanlah sebuah kepura-puraan atau sandiwara belaka. Tapi tangisan Hiskia ini memperlihatkan tentang penyesalan akan kelemahan dan keterbatasannya di hadapan Tuhan. Hiskia merendahkan diri di hadapan Allah. Dengan hati yang hancur dan menangis, karena ia mengakui segi-segi kekurangan dan kelemahan dirinya. Walaupun seperti pengakuannya ia mengatakan : “…aku telah hidup di hadapan-Mu dengan setia dan dengan tulus hati dan bahwa aku telah melakukan apa yang baik di mata-Mu”.

Seorang Hiskia yang nyata-nyata diakui kebaikannya, toh ia harus mengakui segi-segi kekurangan dan kelemahannya. Apalagi kita ! apakah kita juga sering mengakui segi-segi kekurangan dan kelemahan kita.

Kita belajar di sini bahwa dalam memohonkan sesuatu kepada Tuhan terlebih dahulu kita harus mengakui segi-segi kekurangan dan kelemahan kita dengan tulus. Karena Tuhan menghendaki kita mengakui setiap kesalahan dan dosa, agar disucikan Allah dan siap menerima berkatnya. Yesaya 59 : 2 berkata tetapi yang merupakan pemisah antara kamu dan Allahmu ialah segala kejahatanmu, dan yang membuat Dia menyembunyikan diri terhadap kamu, sehingga Ia tidak mendengar, ialah segala dosamu”. Dan Yeremia 5 : 25 “kesalahanmu menghalangi semuanya ini, dan dosamu menghambat yang baik dari padamu”.

Jadi menangis dan air mata tidak ada hubungan dengan berkat Tuhan. Yang ada adalah jika kita mesti menangis dan mengeluarkan air mata, itu karena kita menyesali segi-segi kekurangan dan kelemahan kita atau dosa dan kesalahan kita.

Ini juga yang terjadi pada Hiskia. Hiskia bukan hanya menangis, tetapi ia juga mengakui segi-segi kekurangan dan kelemahannya. Dan inilah yang mengubah ketentuan Allah tentang kematiannya. Allah berfirman kepada nabi Yesaya, “Baliklah dan katakanlah kepada Hiskia raja umat-Ku : Beginilah firman Tuhan, Allah Daud, bapa leluhurmu : telah kudengar doamu dan telah Kulihat air matamu; sesungguhnya Aku akan menyembuhkan engkau engkau; pada hari yang ketiga engkau akan pergi kerumah Tuhan (20:5).

Iman Kristen pada satu pihak percaya akan ketentuan Allah terhadap kehidupan dan kematian manusia. Namun pada pihak lain, kita belajar di sini, bahwa iman Kristen juga percaya, bahwa ketentuan Allah bukan sesuatu yang (serba) mutlak. Ketentuan Allah itu dapat diubah atau berubah, dan perubahan tersebut ditentukan oleh sikap manusia dalam wujud pertobatan, penyesalan dan pengakuan dosa, yang akan diperhitungkan Allah.

Ini berarti sikap kejujuran di hadapan Allah, adalah syarat mutlak yang dikehendaki Tuhan dalam didup orang percaya. Belajar dari Hiskia, Allah menyediakan janji-janji-Nya yang menghidupkan dan menyelamatkan kepada mereka yang selalu berserah dan bergantung dalam kejujuran bukan kepura-puraan kepada-Nya. Amin.

GMIM dan PEKABARAN INJIL

ROMA 15 : 14 – 21

Saudara-saudara yang dikasihi Tuhan,

Hari ini kita sebagai warga gereja memperingati Hari Pekabaran Injil dan Pendidikan Kristen GMIM yang 178. Dan dalam peringatan ini, kita, atau jemaat GMIM Betel Kembuan hendak memberingatinya dan merayakannya dalam bentuk ibadah Kebaktian Penyegaran Iman.

Pernah ada anggota jemaat yang bertanya : mengapa Gereja kita tidak menyebut-nyebut ibadah KKR saja, tetapi mengapa KPI? Bukankah sama saja jenis ibadahnya? Apakah ini hanya sekedar membedakan antara ibadah-ibadah yang dilakukan di GMIM dan ibadah-ibadah yang dilaksanakan oleh kalangan pentakosta atau Kharismatik?

Saudara-saudara, mengapa GMIM tidak menyebutnya KKR, tetapi KPI (Kebaktian Penyegaran Iman)? Jawabanya adalah karena ada perbedaan prinsipil (bukan sekedar membedakan). Kalau KKR, itu mengandaikan dan membayangkan bahwa saudara secara rohani lagi atau sedang tidur, sehingga harus dibangunkan. Tetapi, kalau kebaktian Penyegaran Iman, itu berarti iman saudara tidak hilang, tetap ada. Iman saudara masih ada. Kalau sudah hilang , bagaimana mungkin saudara mau datang dalam ibadah ini? Iman itu tetap ada, tetapi karena iman itu lagi lemah, loyo – mengahadapi masalah hidup yang berat, menghadapi banyak problem – maka iman itu harus di segarkan. Itulah sebabnya kenapa GMIM lebih suka memakai KPI, dari pada kata KKR.

Kalau demkian mengapa disebut penyegaran rohani? Apa bedanya dengan kebaktian biasa? Sebenarnya sama. Perbedaanya hanya menyangkut soal cara. Firman Allahnya sama, tetapi cara menyampaikannya, suasanyanya, yang berbeda. Hari minggu kita harus menggunakan Tata Ibadah – jemaat berbadah secara liturgis dari tahbisan sampai debngan berkat. Jemaat juga harus menjaga ketertiban dan ketenangan dalam ibadah.

Tetapi kebaktian penyegaran iman tidak begitu! Kebaktianya lebih spontanitas. Boleh tepuk tangan, silakan. Boleh angkat tangan, silakan. Begitu juga dalam khotbah – saudara mau ikut tertawa, juga silakan. Sekalipun tetap menjaga ketertiban dan keteraturan dalam ibadah. Dan menjaga keseimbangan unsur-unsur dalam ibadah. Pendeta bicara ini, karena pernah diundang memimpin kebaktian di suatu gereja – nyanyian dan puji-pujian nya sudah terlalu banyak dan panjang - akibatnya apa – saat masuk di khotbah – jemaatnya sudah kelelahan. Jadi perhatiannya tidak lagi kuat pada firman Tuhan.

Apa yang terjadi – terjadilah anggukan-anggukan. Cuman bukan anggukan-anggukan wajar – saudara tahu anggukan wajar? Anggukan wajar yaitu kalau turun dan naiknya sama cepatnya. Yang terjadi adalah anggukan tidak wajar – yang bagaimana itu? Yaitu yang turunnya lambat sekali, namun naiknya cepat sekali (seperti orang kaget). Apa artinya, itu tandanya orang mulai tertidur.

Satu hal yang harus ingat … bahwa sebenarnya yang menyegarkan kita bukan karena pendeta yang berkhotbah itu berapi-api, atau karena pendeta yang berkhotbah suka melawak – tapi yang benar kita disegarkan oleh karena Roh Kudus.

Jadi ini penting untuk di ingat, yang menyegarkan kita bukan manusia, tetapi Roh Kudus. Oleh Karena itu, sekalipun mungkin khotbah pendeta tidak berapi-api, tetapi kalau kita meminta Roh Kudus memimpin, maka saudara pasti tidak akan pulang dengan sia-sia.

Oleh karena, pada hari ini kita sedang memperingati HUT PI ke-178, maka saya ingin mengajak kita belajar dari pemberitaan Injil Rasul Paulus., bagimana Paulus meletakkan dasar-dasar penginjilannya. Apalagi kita, GMIM sebagai Gereja yang Injili, berarti kita pun harus giat untuk memberitakan Injil.

Itulah sebabnya, sejarah mencatat bahwa sejak GMIM berdiri sendiri, ada banyak pos-pos pelayan PI GMIM di daerah-daerah seperti Gorontalo, Buol Toli-Toli, dan Donggala. Bahkan banyak warga GMIM yang akhirnya keluar dari tanah kelahirannya untuk bekerja sebagai guru dan penginjil. Ini semua dampak dari penginjilan yang dilakukan oleh Riedel dan swarts di tanah Minahasa. Yang menyebabkan, Injil itu terus dikabarkan dan tidak boleh didiamkan.

Tapi sayang itu dulu. Sekitar tahun 1960 – 1970 – an. Ini menurut Pdt. D.M. Lintong dalam Buku Sejarah GMIM jilid 1. tapi sejak tahun 1980-an apalagi akhir-akhir ini, kita tidak lagi mendengar pos-pos pelayanan PI GMIM yang mencari lahan penginjilan yang baru. Yang banyak terjadi sekarang adalah saling berlomba membangun gedung gereja yang besar-besar. Dan banyak terjadi, gereja yang sudah baik – dibongkar lagi untuk buat yang lebih besar lagi. Dan tida heran sekarang, anggaran pembangunan jauh lebih besar dari anggaran pekabaran Injil. Malah ada gereja yang tidak ada lagi anggaran Pekabaran Injil. Kalupun ada jumlahnya sekedar saja dan tidak ada kegiatan PI.

Sehingga dalam, keadaan kita seperti ini – menimbulkan pertanyaan bagi saya adalah masihkan kita menjadi Gereja yang misoner? Gereja yang rajin memberitakan Injil?

Baru kembali lagi di awat tahun 2000, saya mendengar ada kurang lebih 50 orang pendeta GMIM yang bekerja sama dengan Gereja Korea menjadi Misionari untuk bekerja di daerah-daerah pedalaman di Papua dan Kalimantan.

Dan yang menarik, dari kesaksian beberapa orang yang mengikuti program ini, mereka pergi ke daerah yang belum di dinjili. Antaranya di daerah-daerah suku terasing. Ada juga daerah-daerah yang sudah terinjili. Tetapi tabiar dan tidak pernah lagi dilayani oleh Injil.

Di lingkungan gereja-gereja atau jemaat-jemaat GMIM – sudah ada yang mepelopori untuk mengutus tenaga gereja yang belum mengenal injil. Kita berharap banyak Gereja yang melakukan pelayanan seperi ini.

Paling tidak. Kita sedang punya harapan untuk mewujudkannya. Sekalipin belum sekarang. Bahwa kita pun dapat melakukan penginjilan di tempat-tempat yang belum disentuh oleh Injil. Atau ditempat-tempat di mana orang belum mendengarkan Injil Yesus Kristus.

Di tempat-tempat seperti itulah pekabaran Injil mesti diprioritaskan. Seperti Paulus yang pergi mengunjungi tempat-tempat yang belum mendengarkan Injil Allah. Ayat 16 mengatakan “ aku boleh menjadi pelayan Kristus Yesus bagi bangsa-bangsa bukan Yahudi dalam pelayanan pemberitaan Injil Allah…”.

Di sini, bukan tanpa alasan Paulus pergi kepada bangsa-bangsa bukan Yahudi. Sebab dizamannya Injil baru disampaikan pada sebatas orang-orang Yahudi saja. Merekalah yang kita kenal dengan orang-orang Kristen asal Yahudi yang muncul setelah peristiwa Pentakosta. Yang menjadi jemaat Kristen mula-mula di mana rasul-rasulnya antara lain : Rasul Petrus, Rasul Yohanes dan Rasul Yakobus.

Jadi rasul Pauluslah yang mempelopori Pekabaran Injil ke tempat-tempat di mana Injil Allah belum diberitakan. Dan ini dilakukan mulai dari Yerusalem sampai Ilirikum. Ilirikum adalah daerah di sebelah timur Laut Adriatik. Yang saat ini daerah itu ada di wilayah Yugoslavia.

Kesaksian dalam Kisah Para Rasul, memang agak berbeda dengan pernyataan ini. kata ilirikum cuma ada dalam kitab Roma, khususnya ayat ini.. Sehingga penafsiran, mestinya adalah “daerah-daerah yang menjadi PI Paulus adalah daerah-dareah yang terbentang antara Yerusalem dan ilirikum”. Di mana Paulus tidak ber-PI di Yerusalem, tetapi di daerah-daerah yang terbentang antara Yerusalem dan ilirikum. Rupanya ilirikum adalah daerah yang berbatasan dengan Makedonia dan Makedonia adalah daerah yang pernah dikunjungi oleh Paulus.

Ber-PI ke tempat yang belum di injili. Kenapa hal ini perlu ditekankan kembali. sebab sekarang sering terjadi di mana orang memberitakan Injil justru di mana Injil sudah disampaikan. Ada gereja-gereja yang sengaja mengkacaukan arti pekabaran Injil atau penginjilan.

Sehingga persoalan dan ketegangan diantara gereja-gereja sekarang adalah ada gereja yang rajin “mencuri domba”. Artinya ada gereja-gereja tertentu yang menggarap bukan orang-orang yang belum Kristen, melainkan orang-orang yang sudah menjadi anggota gereja yang lain.

Apalagi pelayan-pelayan di gerejanya tidak rajin melaksanakan pengembalaan dan perkunjungan anggota jemaat, dan sebagai jemaat kita kurang dewasa dalam iman, biasanya akan mudah sekali dipengaruhi untuk pindah ke gereja yang lain. Beberapa kasus yang sempat saya dengar, perpindahan gereja seringkali bukan karena kesadaran iman, tetapi lebih pada alasan praktis. “Waktu kita sakit atau bergumul, tidak ada penatua, syamas, pendeta yang datang, Cuma gembala dari gereja A yang datang”. Dan memang lebih gampang membujuk orang yang sudah Kristen dari pada yang belum Kristen. (apalagi dalam situasi-situasi krisis)

Lebih hebat lagi, dengan iklan yang menarik dan penghkotbah yang didatangkan dari Jakarta misalnya. Sering mereka berdalih : “ini bukan salah gereja saya, karena domba anda yang datang ke sini”. Malah ada komentar yang lebih menyakitkan lagi : “soalnya ngoni pe domba-domba Cuma diberi rumput yang kering terus, jadi jangan salahkan torang kalau mereka mencari rumput yang hijau di gereja kami!”

Saudara-saudara, memang tidaklah salah bila ada domba-domba yang mencari rumput yang hijau. Atau mencari makanan yang enak. Ini wajar. Karena makanan di restoran selalu kelihatan lebih enak daripada makanan yang ada di rumah. Meskipun yang enak belum tentu sehat. Tapi di mana salahnya ?

Yang salah adalah itikat itu tidak baik. Tidak terpuji. Paulus memberi teladan yang baik kepada gereja-gereja masa kini. Menyangkut bagaimana sikap kita memberitakan Injil. Ayat 20 mengatakan : “dan dalam pemberitaan itu aku menganggap sebagai kehormatanku, bahwa aku tidak melakukannya di tempat-tempat, di mana nama Kristus telah di kenal orang, supaya aku jangan membangun di atas dasar, yang telah diletakkan oleh orang lain…”. Kalau saya mau mengartikannya secara bebas, ayat ini mau mengatakan bahwa Paulus tidak menginginkan bila dirinya memberitakan Injil di tempat-tempat di mana orang lain sudah melakukan hal yang sama.

Mengapa alasan ini yang dipilih oleh Paulus. Karena Paulus sadar akan dampaknya. Bahwa belum tentu kedatangannya membangun iman jemaat. Apalagi seorang penginjil yang tidak jelas latar belakang misalnya, datang tanpa diundang. Belum jelas identitasnya. Belum jelas ajarannya. Maka akibat yang bisa ditimbulkan adalah, malah bisa membingungkan dan meresahkan jemaat.

Saudara-saudara,

Belajar dari perikop kita saat ini, kita diajar bahwa pekabaran Injil itu penting. Bahkan penting sekali, tetapi bukan satu-satunya penting. Karena pekabaran Injil harus ditopang oleh sikap hati yang jujur dan tulus . itikat yang baik dalam memberitakan Injil.

Dalam 1 korintus 13 mengatakan, jika kita melakukan apapun yang hebat-hebat, tetapi jika tidak punya kasih, adalah percuma, sia-sia. Dan ayat 5 dari I Korintus Pasal 13 ini jelas mengatakan : “Kasih tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri.”

Tapi kemudian ada pertanyaan, bukankah tidak semua orang dapat berkhotbah dan menceritakan Yesus dengan mulutnya. Tidak semua orang yang bisa menjadi pendeta atau evanglis/penginjil. Lalu torang yang biasa-biasa ini harus bagaimana ?

Jawaban pertama adalah kita bisa mendukung pekabaran Injil yang dilakukan oleh Gereja. Salah satu jemaat yang mendukukung pelayanan pekabaran Inil Paulus dengan bantuan dana/uang tanpa bersungut-sungut. Malah mereka sangat bersemangat, meski mereka sendiri jemaat yang susah adalah jemaat di Makedonia (2 Korintus 8).

Saudara dapat berpartisipasi menopang Pekabaran Injil yang dilakukan oleh Gereja. Termasuk pendidikan. Banyak Sekolah-sekolah yang dibantu oleh Gereja.

Caranya berikanlah persembaahan. Bagaimana kita bisa membiayai program PI dengan membiayai tenaga misi misalnya atau bagaimana mau meningkatkan Mutu pendidikan sekolah di gereja kita. Dari mana biayanya?

Antaranya dari persembahan dan partisipasi jemaat. Tetapi kalau kita memberi dengan kesadaran seperti yang dikatakan dalam lagu “Persembahan kami sedikit sekali”. Yang penting sudah memberi. Tidak memberi dengan iman. Dan tidak memberi yang tebaik yang ada pada kita. Apa yang dapat gereja lakukan?

Jawaban kedua adalah beritakanlah injil dengan memperkenalkan kasih Kristus kepada orang lain. Sebab memberitakan injil tidak hanya dengan mulut saja, tetapi itu dapat dilakukan dengan perbuatan kasih yang nyata dan tulus.

Mengapa demikian, karena perintah utama dari Kristus bukanlah pekabaran Injil, tetapi yang utama dan sebagai hukum yang terutama adalah Matius 22:37-40 : “…Kasihilah Tuhan, Allahmu… dan Kasihilah sesamamu manusia…”.

Apa artinya kalau mulut kita memberitakan Injil, tetapi tidak ada kasih dalam tindakan. Atau apa artinya kita mengatakan “puji Tuhan”, tetapi tingkah laku kita justru mencemarkan nama Tuhan.

Tapi dengan kita peka atau peduli dengan kebutuhan dan pergumulan orang lain. Dan dengan kita menyatakan kasih kita kepada sesama kita, sebenarnya disanalah kita sudah memberitakan injil. Dalam Matius 25 : 42,43, di situ jelaskan dikatakan siapa yang akan dihakimi Allah yaitu mereka “yang ketika Aku lapar, kamu tidak memberi aku makan, ketika aku haus, kamu tidak memberi aku minum,; ketika aku seorang asing, kamu tidak memberi tumpangan; ketika aku telanjang, kamu tidak memberi aku pakaian; ketika Aku sakit dan dalam penjara, kamu tidak melawat aku.

Tenyata bukan kata-kata yang dituntut Tuhan pada hari penghakiman nanti, tetapi perbuatan dan kasih yang nyata kita. Matius 7:21 mengatakan : “Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku : Tuhan, Tuhan! akan masuk kedalam Kerajaan Sorga, melainkan Dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di sorga.” Amin.

Sabtu, 23 Mei 2009

HIDUP SEBAGAI ANAK-ANAK TERANG

Efesus 5 : 1 – 10

Kehidupan manusia yang baru senantiasa berbeda dengan kehidupan manusia yang lama. siapa sebenarnya yang dimaksud dengan manusia lama dan siapa yang dimaksud dengan manusia baru?

Menurut Paulus, yang dimaksudkan dengan manusia lama adalah orang-orang yang hidup dalam keterasingan dengan Allah. Maksudnya, mereka itu tidak mau menaklukkan diri kepada Allah. Mereka juga tidak mau mengakui wibawa dan kuasa Allah. Hubungan dengan Tuhan dan sesamanya menjadi rusak dan hancur. Mereka menyerahkan diri pada hawa nafsu. Mereka mengerjakan segala kecemaran. Cara hidup mereka adalah cara hidup yang menghasilkan kepahitan, kegeraman, kemarahan, pertikaian, fitnah dan berbagai macam kejahatan lainnya. Mereka inilah yang menurut Paulus, manusia lama yang akan menemui kebinasaannya. Mereka hidup di luar Kristus!

Lalu bagaimana dengan manusia baru. Siapa mereka?

Manusia baru adalah orang-orang yang sudah memperoleh keselamatan dari Tuhan Yesus Kristus. Roh Kudus menggerakkan mereka bertobat, meninggalkan manusia lamanya. Kristus membaharui mereka. Pembaharuan di dalam Kristus membuat manusia itu hidup menurut jalan yang ditunjuk oleh Tuhannya. Roh kudus bekerja dalam hidup dan kehidupan mereka, sehingga terjadilah perubahan yang luar biasa : pola hidup baru ini mempengaruhi seluruh perilaku kehidupan mereka.

Itu berarti hubungan mereka dengan Allah dan sesama manusia sudah dipulihkan kembali. Mereka mengakui dan menerima wibawa dan kuasa Allah atas hidup mereka. Mereka percaya bahwa Kristuslah penentu hidupnya, Kristuslah pengendali hidup dan sejarahnya, Kristuslah penguasa atas hidup dan kehidupannya.

Jadi saudara-saudara, ciri dari kehidupan manusia baru merupakan kebalikan ciri kehidupan yang lama. Mereka yang hidup sebagai manusia baru adalah mereka yang membuang dusta-kebohongan dan berkata benar seorang kepada yang lain, tidak mencuri, tidak berkata kotor, berlaku ramah terhadap sesama, penuh kasih sayang dan saling mengampuni. Dengan kata lain, pembaharuan hidup itu mencakup hidup manusia seutuhnya dan mencakup semua segi dan aspek kehidupan. Teristimewa hubungan dengan Allah dan dengan sesamanya.

Dan kehidupan menjadi manusia baru dapat terjadi kalau kita hidup di dalam Yesus Kristus. Manusia yang dulu hatinya berpusatkan pada ego (egosentris), kini berbubah menjadi Kristosentris. Perubahan dalam Kristus membawa kita menjadi pujian bagi Kristus dan menjadi berkat bagi sesama. Tanpa pembaharuan di dalam Kristus kita akan kosong, kesepian, sia-sia dan kita menipu diri sendiri.

Efesus pasal 5, bebicara tentang perubahan apa yang terjadi dari seorang yang mengalami perubahan dalam Yesus Kristus. Perhatikan pasal 5:1, di situ dikatakan “sebab itu jadilah”. Secara harafiah, perkataan ini berarti “karena itu buktikanlah bahwa”. Apa yang hendak dibuktikan, yaitu apakah hidup kita tunduk pada Kristus. Disini disebut sebagai penurut-penurut Allah.

Dewasa ini banyak orang yang mengaku percaya pada Kristus, atau mengaku sebagai pengikut Kristus atau sebagai orang Kristen? Tetapi pertanyaannya adalah apa bukti bahwa kita percaya pada Kristus, apa bukti bahwa kita pengikut Kristus dan apa bukti kita menyebut diri sebagai orang Kristen?

Yang masih banyak dijumpai dalam kehidupan Kristen dewasa ini adalah Kristen KTP. Apa itu ? Yaitu Kristen tanpa Pertobatan. Sebutannya adalah Kristen, tapi praktek hidupnya tidak Kristen. Menyebut diri Kristen, tapi suka badusta, menyebut diri kristen, tetapi malas dan engan beribadah kepada Tuhan. Atau menyebut diri Kristen, tapi suka selingkuh kiri dan kanan. atau menyebut diri Kristen, tapi mudah tersinggung atau marah. Tidak ada keramahan dan kasih. Masih ada lagi yang menyebut diri Kristen, tapi tidak suka mengampuni. Dll.

Hal-hal seperti ini diperingatkan sangat keras oleh rasul Paulus kepada jemaat di Efesus. Supaya semua yang disebut dengan percabulan, rupa-rupa kecemaran dan keserakahan “jangan ada terjadi pada mereka”.

Apa arti jangan ada terjadi pada mereka? Artinya jangan berbuat! Sebab tidak pantas seorang yang sudah hidup dalam pembahruan Kristus kemudian pun hidup dengan cara-cara hidup seperti itu.

Makanya, Paulus mengingatkan kembali tentang kehidupan orang kudus. Karena kehidupan yang kudus mengingatkan kita atas segala sesuatu yang terpisahkan dari kebiasaan-kebiasaan yang duniawi.

Demikian pula dengan perkataan kotor. Kosong dan sebrono menurut Paulus. Hal-hal seperti ini tidak pantas dilakukan oleh seorang yang percaya kepada Kristus. Jadi soal-soal etika berkata-kata juga menjadi perhatian Paulus.

Adakalanya kita tertarik dengan percakapan percakapan kotor. Percakapan-percakapan yang kosong dan semrono? Yaitu percakapan-percakapan yang tidak benar. Atau percakapan yang terlampau terburu-buru. Seperti “belum tentu orang lain ikut bersalah, tapi kita sudah menuduh atas kesalahannya dengan kata-kata kita”.

Menurut Paulus, tidak sepantasnya seorang Kristen melakukan hal-hal seperti itu. orang-orang Kristen yang melakukan hal-hal seperti yang disebutkan tadi, justru akan melemahkan kekritenannya atau kesaksiannya.

Kalau saudara pernah mendengar kisah seorang tokoh Politik India yang terkenal namanya Mahatma Gandhi. Seorang yang terkenal dengan perjuangannya yang tanpa kekerasan. Yang juga memuja Yesus dan mempraktekkan keteladanan Yesus. Pernah ditanya, kenapa tidak menjadi seorang Kristen? Jawabannya adalah karena orang Kristen tidak lebih baik dari mereka. Artinya ia sendiri menyaksikan bahwa hidup orang Kristen tidak seperti apa yang diteladankan Yesus. Sekalipun ia sudah dekat dengan Yesus, ia sampai akhir hidupnya tetap menjadi seorang Hindu.

Banyak kali kekristenan kita, justru tidak menjadi kesaksian karena praktek hidup kita. Hidup kita justru melemahkan kekristenan kita.

Menurut Paulus, orang Kkristen tidak boleh demikian. Orang Kristen harus mempunyai karakter khusus yang berpegang pada Kristus. Dan karankter itu adalah sebagai anak-anak terang dan bukan anak-anak yang hidup dalam kegelapan.

Apa artinya hidup sebagai “anak-anak terang” atau “hidup dalam terang”?. Dalam kejadian 1, ketika Allah menciptakan langit dan bumi, yang paling pertama diciptakan oleh Allah adalah “terang”. Karena apa? Karena gelap adalah kekacauan. Allah menyukai ketertiban dan keteraturan.

Jadi seorang yang hidup dalam terang adalah seorang yang “hidupnya tertip”, hidup dengan norma-norma yang jelas dan ada arah yang pasti; tidak limbung ke sana kemari.

Sementara hidup dalam gelap adalah hidup yang meraba-raba. Tersandung-sandung. Terbentur-bentur. Hidup dalam ketidakjelasan dan ketidakpastian.

Orang Kristen seharusnya tidak begitu. Pada orang Kristen harus ada norma yang jelas dan pasti. Tahu apa yang benar dan apa yang salah. Tahu apa yang baik dan jahat. Tahu batas, tahu apa yang boleh dan apa yang tidak boleh.

Inilah ciri utama dari hidup dalam terang. Hidup dari orang yang mengalami pembaharuan di dalam Kristus. Yaitu bahwa hidup kita tidak sembarangan. Atau tidak asal-asal.

Hidup orang Kristen, mesti seperti yang dikatakan dalam Efesus 2:10 “Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau supaya kita hidup di dalamnya.”

Atas firman ini, ada tiga hal yang dapat mengukur apakah kita adalah orang Kristen yang “asal-asalan” atau “yang kualitasnya baik” :

Pertama, kita adalah buatan Allah. Mari kita menanyakan diri kita apakah kita ini mempermalukan atau memuliakan Dia? Apakah kita membuat nama-Nya dipuja atau dicela? Kalau kita menyadari kita adalah buatan Allah, maka hidup kita harus memuliakan Dia!

Kedua, dalam Krisitus Yesus. Apakah hidup kita semakin mirip Kristus atau mencerminkan Kristus? Kalau benar kita hidup dalam Kristus, maka hidup kita harus mencerminkan kehendak dan kemauan Kristus.

Ketiga, melakukan pekerjaan baik. Apakah kita melakukan yang baik, yang membangun, yang mendatangkan sukacita dan damai sejahtera? Apakah kita melakukan atau membela yang benar, tetapi dengan cara-cara yang mendatangkan keresahan, perpecahan, pertengkaran, ketidaksejahteraan? Bisa jadi kita melakukan pekerjaan yang baik dengan tujuan yang benar, namun caranya tidak baik. Saya yakin, sebagai orang yang berkualitas baik, kita tidak melakukan hal yang demikian.

Karena yang harus kita lakukan sebagai orang Kristen – (apa pun yang kita lakukan) selalu bekerja dengan baik – dalam cara yang baik – untuk mendatangkan kebaikan. Kolose 3 : 17 mengatakan “dan segala sesuatu yang kamu lakukan dengan perkataan atau perbuatan, lakukanlah semuanya itu dalam nama Tuhan Yesus, sambil mengucap syukur oleh Dia kepada Allah, Bapa kita”.

Amin.