Jumat, 17 April 2009

Memberi Persembahan Dengan Tulus Hati


Markus 12 : 41 - 44

Perikop ini berbicara tentang suatu kejadian saat Yesus sedang berada di rumah Tuhan atau Bait Allah. Di Bait Allah itu, Yesus sedang memperhatikan cara orang memberi persembahan dalam peti persembahan. Menurut perikop ini, ada dua cara memberi yang menjadi perhatian Tuhan Yesus.

Cara pertama adalah cara orang kaya memberi persembahan. Mereka memberi persembahan dalam jumlah yang besar. Dan cara yang kedua adalah cara janda miskin memberi persembahan. Yakni dengan memberi 2 peser.

Apa tanggapan Yesus terhadap kedua cara memberi persembahan tersebut? Terhadap murid-muridNya, Yesus mengatakan bahwa janda miskin itulah yang memberi lebih banyak dari semua orang yang memasukan uang dalam peti persembahan.

Menjadi pertanyaan bagi kita, mengapa Yesus menunjuk pada pemberian dari janda miskin itu? Padahal secara jumlah uang yang dipersembahkan sangatlah sedikit jumlahnya. Sebenarnya apa yang salah dari pemberian orang-orang kaya pada waktu itu?

Atau salahkah memberi dalam jumlah yang besar? Saya yakin, pasti akan banyak jemaat yang protes jika pendeta berkhotbah supaya jangan memberi persembahan dalam jumlah yang besar. Mengapa? Karena Jemaat tidak pernah akan menjadi jemaat yang mandiri dan berkembang apabila jemaatnya hanya memberi persembahan dalam jumlah yang sangat minim atau terbatas.

Cobalah kita bayangkan, dengan keadaan dan kebutuhan pelayanan yang semakin banyak lalu jemaat hanya dapat memberi seadanya dan mereka tidak dapat memberi yang terbaik. Apakah mungkin melakukan pelayanan diakonia dan pelayanan misi? Apakah mungkin membiayai kebutuhan hidup keluarga hamba Tuhan (pendetanya) dan staf gereja? Apakah mungkin membiayai program-program pelayanan jemaat? Apakah mungkin memperbaiki dan memelihara gedung gereja? Tidak mungkin. Melainkan kita akan menjadi jemaat yang tidak mampu dan miskin. Yaitu menjadi jemaat yang tidak mempu membiayai pelayanan gerejanya sendiri. Dan ini bukan suatu kesaksian yang baik! Jika jemaat kemudian tidak ada perkembangan atau kedewasaan dalam hal untuk memberi untuk membiayai pelayanan jemaatnya sendiri.

Di Surat II Korintus, ada suatu jemaat yang dipuji oleh Paulus. Jemaat itu bernama jemaat Makedonia. Mengapa Paulus memuji jemaat ini? Sebab jemaat ini, meskipun dapat disebut dengan jemaat yang miskin bahkan terus dicobai dengan berbagai penderitaan berat, tetapi mereka adalah jemaat yang kaya dalam kemurahan. Kata Paulus, dalam hal memberi, justru mereka memberi melebihi dari kemampuan (II Korintus 8). Dengan sukacita, berlomba-lomba untuk ambil bagian dalam pelayanan orang kudus. Bukan hanya soal materi tapi juga soal pemberian diri.

Tetapi mengapa Yesus menunjuk pada pemberian janda miskin dengan mengatakan bahwa ia-lah yang paling baik memberi. Dimana ia telah memberi lebih banyak dari pada orang-orang kaya itu. Apa sebenarnya yang membedakan pemberian janda miskin ini dengan orang-orang kaya pada waktu itu, sehingga bagi Yesus pemberiannyalah yang paling baik?

Sebenarnya, memberi persembahan yang disampaikan umat Allah di dalam bait-Nya adalah tradisi yang berkesinambungan di dalam Sinagoge Yahudi hingga masa Tuhan Yesus, bahkan seterusnya sampai masa gereja mula-mula. Dan biasanya, di dalam Bait Allah di Yerusalem terdapat altar yang menyediakan 13 peti persembahan.

Di kalangan jemaat GMIM sampai saat ini masih ada pro-kontra berapa jumlah pundi persembahan dalam ibadah. Ada yang katakan harus 3: sebab persembahan itu untuk Marturia, Koinonia, dan Diakonia. Tapi ada pula yang mengatakan, cukup satu saja pundinya, sebab pada akhirnya pundi-pundi itu akan di satukan oleh bendahara jemaat.

Malah ada alasan yang lebih praktis yang mengatakan bahwa banyaknya pundi, tidak menjamin banyaknya jumlah persembahan. Kenapa? Karena banyak orang justru menukar uang dalam jumlah yang lebih kecil. Semula mungkin dapat memberi Rp. 5000, tapi karena ditukar maka menjadi Rp. 3000 (di pilah menjadi masing-masing Rp. 1000).

Apakah jemaat kita termasuk memilih hanya satu pundi, tiga pundi, atau lebih? Jumlah sepertinya bukan merupakan ukuran. Malah, di jaman Tuhan Yesus ternyata ada 13 peti persembahan. Bentuk peti-peti itu unik karena seperti torompet. Mulut terompet bagian atas lebih sempit dibanding bagian bawah. Dari bagian atas inilah tiap orang memasukan persembahannya. Biasanya orang-orang kaya memberitahukan jumlah uang yang dijatuhkannya.

Suatu hari, seorang janda miskin juga tidak ingin ketinggalan memberikan persembahan. Dan janda itu memberi persembahan sebesar 2 peser. Mengapa persembahan janda ini akhirnya lebih banyak dari pada orang-orang kaya itu menurut Yesus? Atau mengapa persembahan orang-orang kaya itu yang katakanlah sebesar 200 peser dan janda itu hanya 2 peser justru yang 2 peser yang lebih banyak?

Sebenarnya peser adalah nilai nominal uang terkecil. jadi kalau janda miskin itu memberi 2 peser, maka ketika itu 2 peser sama nilainya dengan biaya makan satu orang perhari. Jadi dari segi jumlah, persembahan janda miskin itu sedikit.

Sedangkan orang kaya yang memberi 200 peser adalah dari sisa kelimpahannya. Apabila orang kaya itu memberi dari seluruh nafkahnya hari itu, maka patutnya ia harus memberi 500 peser. Itulah sebabnya dalam ayat 44 dikatakan "sebab mereka semua memberi dari kelimpahannya, tapi janda ini memberi dari kekurangannya, semua yang ada padanya, yaitu seluruh nafkanhnya".

Dari kisah pemberian janda miskin ini kita dapat menyimpulkan, apa sebenarnya yang Tuhan inginkan dari persembahan kita? Yaitu Tuhan menginginkan respon manusia dari segi ketulusan hatinya. Apa motivasi orang itu memberi dalam Kerajaan Allah? Bagaimanapun kita harus mengakui jumlah 200 peser lebih besar dari 2 peser (segi kuantitas), tetapi bagi Yesus, 2 peser yang diberikan janda miskin itu lebih besar dari pada 200 peser persembahan orang kaya (segi kualitas).

Melalui firman ini Yesus hendak mengajarkan kepada kita, termasuk saudara dan saya, bahwa dalam hal memberi persembahan ternyata bukan soal jumlah, tetapi soal motivasi, soal arah, dan tujuan dari persembahan itu.

Timbul pertanyaan lagi, kalau ternyata yang penting itu adalah soal ketulusan hati, apakah itu berarti jumlah tidak penting Ada kata-kata bijaksana mengatakan begini: "Jumlah tidak dengan sendirinya mencerminkan hati. Tetapi hati yang bersyukur selalu tercermin dengan jumlah".

Saudara barangkali mengingat apa yang dilakukan oleh seorang perempuan yang meminyaki Yesus dengan minyak narwatu. Orang-orang yang berada di sekitar Yesus mencelanyanya, dan menganggap perbuatannya sebagai pemborosan saja "buang-buang duit". Tetapi tidak begitu dengan perempuan ini, ia justru melakukan yang terbaik untuk Tuhan, karena ia bersyukur atas kasih dan pengampunan yang Tuhan berikan kepadanya. Dan kita pun mampu melakukan itu, bukan karena kita kaya atau makmur. Tapi karena kita berterima kasih kepada Tuhan.

Banyak orang mengira, memberi persembahan kepada Tuhan sama seperti memberi piutang kepada Tuhan, lalu pada waktu kita memerlukannya, tinggal menagihnya dan Tuhan akan membayar hutang-hutangnya, plus bunganya "Beri banyak-banyak, pasti dapatnya pun banyak". Padahal bukan demikian, kita memberi justru karena kita berhutang kepada Tuhan. Bukan Tuhan yang berhutang kepada kita. Dan hutang itu harus kita bayar, bukan dengan setengah-setengah, tetapi selalu yang terbaik. Apapun keadaan kita : miskin atau kaya. Karena untuk kita semua, Ia telah memberi yang terbaik di kayu Salib.